Jumat, 03 Juni 2011

PAK TUA YANG BIJAKSANA


Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, dia didatangi seorang pemuda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai, wajahnya kusam, dan tubuhnya tak terurus. Sepertinya persoalan yang dihadapinya sangat berat hingga sangat menyusahkan hatinya. Begitu bertemu dengan si orang tua yang bijak, dia segera menceritakan semua permasalahan yang ia hadapi.
Pak tua yang bijak hanya mendengarkannya dengan seksama. Begitu tamunya selesai bertutur, ia lalu mengambil segenggam brotowali dan memintanya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya bubuk brotowali itu ke dalam gelas, lalu diaduknya perlahan. “Coba minum ini! Lalu katakan bagaimana rasanya?” Ujar Pak Tua itu.
“Pahit… Pahit sekali,” jawab anak muda itu sambil meludah ke samping.”
Pak Tua tersenyum. Lalu dia mengajak tamunya berjalan-jalan di hutan sekitar rumahnya. Mereka berjalan berdampingan. Setelah melakukan perjalanan cukup lama, akhirnya mereka tiba di tepi sebuah telaga yang tenang. Pak Tua itu kembali menaburkan segenggam brotowali ke dalam telaga. Dengan sepotong kayu, ia mengaduk air telaga sehingga sebagian airnya terciprat membasahi wajah pemuda itu.
“Sekarang, coba ambil air dari telaga ini dan minumlah!” Ujar Pak Tua kemudian.
Pemuda itu menuruti apa yang diminta Pak Tua. Ia segera meminum beberapa teguk air telaga. Begitu tamunya selesai mereguk air, Pak Tua berkata lagi : “Bagaimana rasanya?”
“Segar!” sahut anak muda itu.
“Apakah engkau bisa merasakan pehitnya brotowali di dalam air itu?” Tanya Pak Tua lagi.
“Tidak,” jawab si pemuda.
Dengan bijak, Pak Tua menepuk punggung si pemuda. Lalu dia mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga. “Anak muda, dengarkanlah ucapanku. Pahitnya kehidupan yang engkau rasakan seperti segenggam brotowali. Jumlah dan rasa pahit sama, dan memang akan tetap sama. Tapi, kepahitan yang kita rasakan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu tergantung dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi ketika engkau merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa engkau lakukan untuk mengatasinya. Lapangkanlah dadamu menerima semua itu. Luaskan hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu.”
Pak Tua itu kembali menambahkan nasehatnya: “Hatimu adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan dan mengubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar